ETIKA PROFESI PEMASARAN
Pendahuluan
Ketika
para pebisnis membicarakan mengenai etika bisnis, maka maknanya adalah:
1. Penghindaran
terhadap pelanggaran hukum kriminal dalam aktivitas kerja seseorang;
2. Tindakan penghindaran terhadap perlawanan
hukum sipil yangdilakukan perusahaan;
3. Penghindaran
terhadap penciptaan imej buruk perusahaan.
Bisnis
biasanya memperhatikan tiga hal tersebut jika sudah mengalami kerugian dan
reputasi perusahaan mulai menurun. Munculnya
kasus-kasus yang melahirkan problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya,
seperti adanya kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan orang
lain, hadirnya tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang melahirkan
konflik perusahaan dengan pesaingnya, munculnya pertentangan antara tujuan
perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan pertentangan antara
kepentingan atasan dan bawahannya.
Terdapat
3 hal penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dalamberbisnis:
1. Transparansi
Masyarakat ingin mengetahui tentang
operasi perusahaan. Posisi etis dari perusahaan harus jelas bagi para pembeli
agar mereka dapat menilai. Hal ini biasanya bisa dilakukan pada perusahaan yang
sudah menjadi perusahaan publik.
2. Kejujuran
Ketidakjujuran adalah aspek kritis
terbesar dalam etika bisnis. Pemberian label yang salah atau tidak lengkap,
harga yang membingungkan dapat merugikan konsumen. Kejujuran ini juga meliputi
perilaku perusahaan, staf dan personil lainnya yang berkaitan dengannya.
3. Kerendahan
Hati
Perusahaan harus mencegah untuk
menggunakan kekuatan atau uangnya untuk mengamankan posisinya.
Pemahaman
MARKETING PLAN dan KODE ETIK sesuai PERMENDAG R I no.32/M-DAG/PER/8/2008.
1.
Pengertian MARKETING PLAN Bab I; Pasal
1.8:
Program
pemasaran (Marketing Plan) adalah program perusahaan dalam memasarkan barang
dan/atau jasa yang akan dilaksanakan dan dikembangkan oleh mitra usaha melalui
jaringan pemasaran dengan bentuk pemasaran satu tingkat atau pemasaran multi jaringan.
2.
Pemasaran Jaringan TERLARANG Bab I;
Pasal 1.12:Bab I; Pasal 1.12:
Jaringan
Pemasaran Terlarang adalahJaringan kegiatan usaha dengan nama ataukegiatan
usaha dengan nama atau istilah apapun dimana keikut sertaan istilah mitra usaha
berdasarkan pertimbangan mitra usaha adanya peluang untuk memperoleh imbalan
yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi orang lain yang
bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha tersebut, dan bukan
dari hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa.
3.
LARANGAN Bab VIII; Pasal 21.e:Bab VIII;
Pasal 21.e:
Menarik
dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan atau pendaftaran
sebagai mitra usaha secara tidak wajar.
4.
LARANGAN Bab VIII; Pasal 21.f:Bab VIII;
Pasal 21.f:
Menerima
pendaftaran menerima pendaftaran sebagai keanggotaan sebagai mitra usaha dengan
mitra usaha dengan nama yang dari 1 (satu) kali.
5.
Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan
sistem Penjualan Langsung Bab 2; Pasal
2.b:Bab 2; Pasal 2.b:
Memiliki
program pemasaran yang jelas, transparan, rasional dan tidak berbentuk skema
jaringan pemasaran terlarang.
6.
Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan
sistem Penjualan Langsung Bab 2; Pasal 2.i:
Memiliki
ketentuan tentang harga barang dan/atau jasa yang dijual dalam mata uang rupiah
(Rp) dan berlaku untuk mitra usaha dan dan konsumen.
7.
Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan
sistem Penjualan LangsungPenjualan Langsung Bab 2; Pasal 2.r:
Memberikan
kesempatan yang sama kepada semua mitra usaha untuk berprestasi dalam
memasarkan barang dan/atau jasa.
8.
Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan
sistem Penjualan Langsung Bab 2; Pasal 3.b:
Jumlah
komisi dan/atau bonus atas atas hasil penjualan yang diberikan kepada seluruh
mitra usaha dan jaringan pemasaran dijaringan pemasaran di bawahnya paling
banyak 40% dari jumlah nilai penjualan barang dan/atau jasabarang dan/atau jasa
perusahaan kepada mitra usaha.
9.
KODE ETIK Merupakan persyaratan ber
kegiatan dengan sistem PL Bab II; Pasal 2.e:Bab II; Pasal 2.e
Memiliki
kode etik dan peraturan perusahaan yang lazim berlaku di bidang usaha penjualan
langsung.
10.
STARTER KIT Merupakan persyaratan ber
kegiatan dengan sistem PL Bab II; Pasal 2.k:
Memberikan
alat bantu penjualan (starter kit) kepada setiap mitra usaha yang paling
sedikit berisikan keterangan mengenai barang dan/atau jasa, program
pemasaran,jasa, kode etik dan/atau peraturan peusahaan.
11.
COOLING OF PERIOD Bab II; Pasal 2.l:
Memberikan
tenggang waktu selama 10 hari kerja kepada calon mitra usaha untuk memutuskan
menjadi mitra usaha atau membatalkan pendaftaran dengan mengembalikan alat
usaha (starter kit) yang telah diperoleh dalam keadaan seperti semula.
12.
SATISFACTIONGUARANTEEBab II; Pasal 2.m:
Memberikan
tenggang waktu selama 7 hari kerja kepada mitra mitra usaha dan konsumen untuk
mengembalikan barang, apabila barang tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
13.
BUY BACK GUARANTEE Bab II; Pasal 2.n:
Membeli
kembali barang, bahan promosi (brosur, katalog atau leaflet), dan alat bantu
penjualan yang dalam kondisi layak jual dari harga pembelian awal mitra usaha
ke perusahaan dengan dikurangi biaya administrasi paling banyak 10% dan nilai
setiap manfaat yang telah diterima oleh mitra usaha berkaitan dengan pembelian
barang tersebut, apabila mitra usaha mengundurkan diri atau diberhentikan oleh
perusahaan.
14.
Perjuangan UU Anti Skema Piramida APLI
mengusulkan pada Penambahan poin ayat pada “Rancangan Undang-Undang RI tentang
Perdagangan”, pada pasal 6 ayat (4) huruf “h. Melindungi masyarakat dari
praktek skema piramida.” Pasal 6 ayat (5) Setiap Pelaku Usaha dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang ditetapkan sebagai barang dan/atau
jasa yang dilarang untuk diperdagangkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4)
Pasal 65: Setiap pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan larangan
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang dilarang diperdagangkan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah)
15. Perjuangan
UU Anti Skema Piramida • Kemudian diikuti penambahan pada “Penjelasan atas
Rancangan Undang-Undang RI tentang Perdagangan” • Pasal 6 • Ayat (4) • Yang
dimaksud dengan “Skema Piramida” adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah
apapun dimana keikutsertaan mitra usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang
untuk memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari biaya
partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra
usaha tersebut, dan bukan dari hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa. •
Definisi skema piramida ini telah digunakan dengan efektif, yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perdagangan RI No.32/M- DAG/PER/8/2008 pada pasal 1 ayat (12).
Sumber:
http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/etika-produksi-dan-pemasaran.html
http://vanezintania.wordpress.com/2013/01/09/tugas-4-etika-profesi-akuntasi/