Rabu, 16 April 2014

ETIKA PROFESI PEMASARAN

ETIKA PROFESI PEMASARAN

Pendahuluan
Ketika para pebisnis membicarakan mengenai etika bisnis, maka maknanya adalah:
1.    Penghindaran terhadap pelanggaran hukum kriminal dalam aktivitas kerja seseorang;
2.    Tindakan   penghindaran terhadap   perlawanan   hukum   sipil   yangdilakukan perusahaan;
3.    Penghindaran terhadap penciptaan imej buruk perusahaan.

Bisnis biasanya memperhatikan tiga hal tersebut jika sudah mengalami kerugian dan reputasi perusahaan mulai menurun.  Munculnya kasus-kasus yang melahirkan problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya, seperti adanya kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan orang lain, hadirnya tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang melahirkan konflik perusahaan dengan pesaingnya, munculnya pertentangan antara tujuan perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan pertentangan antara kepentingan atasan dan bawahannya.
Terdapat 3 hal penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dalamberbisnis:
1.    Transparansi
Masyarakat ingin mengetahui tentang operasi perusahaan. Posisi etis dari perusahaan harus jelas bagi para pembeli agar mereka dapat menilai. Hal ini biasanya bisa dilakukan pada perusahaan yang sudah menjadi perusahaan publik.
2.    Kejujuran
Ketidakjujuran adalah aspek kritis terbesar dalam etika bisnis. Pemberian label yang salah atau tidak lengkap, harga yang membingungkan dapat merugikan konsumen. Kejujuran ini juga meliputi perilaku perusahaan, staf dan personil lainnya yang berkaitan dengannya.
3.    Kerendahan Hati
Perusahaan harus mencegah untuk menggunakan kekuatan atau uangnya untuk mengamankan posisinya.

Pemahaman MARKETING PLAN dan KODE ETIK sesuai PERMENDAG R I no.32/M-DAG/PER/8/2008.


1.    Pengertian MARKETING PLAN Bab I; Pasal 1.8:
Program pemasaran (Marketing Plan) adalah program perusahaan dalam memasarkan barang dan/atau jasa yang akan dilaksanakan dan dikembangkan oleh mitra usaha melalui jaringan pemasaran dengan bentuk pemasaran satu tingkat atau pemasaran multi jaringan.
2.    Pemasaran Jaringan TERLARANG Bab I; Pasal 1.12:Bab I; Pasal 1.12:
Jaringan Pemasaran Terlarang adalahJaringan kegiatan usaha dengan nama ataukegiatan usaha dengan nama atau istilah apapun dimana keikut sertaan istilah mitra usaha berdasarkan pertimbangan mitra usaha adanya peluang untuk memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha tersebut, dan bukan dari hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa.
3.    LARANGAN Bab VIII; Pasal 21.e:Bab VIII; Pasal 21.e:
Menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan atau pendaftaran sebagai mitra usaha secara tidak wajar.
4.    LARANGAN Bab VIII; Pasal 21.f:Bab VIII; Pasal 21.f:
Menerima pendaftaran menerima pendaftaran sebagai keanggotaan sebagai mitra usaha dengan mitra usaha dengan nama yang dari 1 (satu) kali.
5.    Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan sistem  Penjualan Langsung Bab 2; Pasal 2.b:Bab 2; Pasal 2.b:
Memiliki program pemasaran yang jelas, transparan, rasional dan tidak berbentuk skema jaringan pemasaran terlarang.
6.    Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan sistem Penjualan Langsung Bab 2; Pasal 2.i:
Memiliki ketentuan tentang harga barang dan/atau jasa yang dijual dalam mata uang rupiah (Rp) dan berlaku untuk mitra usaha dan dan konsumen.
7.    Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan sistem Penjualan LangsungPenjualan Langsung Bab 2; Pasal 2.r:
Memberikan kesempatan yang sama kepada semua mitra usaha untuk berprestasi dalam memasarkan barang dan/atau jasa.
8.    Persyaratan Kegiatan Perdagangan dengan sistem Penjualan Langsung Bab 2; Pasal 3.b:
Jumlah komisi dan/atau bonus atas atas hasil penjualan yang diberikan kepada seluruh mitra usaha dan jaringan pemasaran dijaringan pemasaran di bawahnya paling banyak 40% dari jumlah nilai penjualan barang dan/atau jasabarang dan/atau jasa perusahaan kepada mitra usaha.
9.    KODE ETIK Merupakan persyaratan ber kegiatan dengan sistem PL Bab II; Pasal 2.e:Bab II; Pasal 2.e
Memiliki kode etik dan peraturan perusahaan yang lazim berlaku di bidang usaha penjualan langsung.
10. STARTER KIT Merupakan persyaratan ber kegiatan dengan sistem PL Bab II; Pasal 2.k:
Memberikan alat bantu penjualan (starter kit) kepada setiap mitra usaha yang paling sedikit berisikan keterangan mengenai barang dan/atau jasa, program pemasaran,jasa, kode etik dan/atau peraturan peusahaan.
11. COOLING OF PERIOD Bab II; Pasal 2.l:
Memberikan tenggang waktu selama 10 hari kerja kepada calon mitra usaha untuk memutuskan menjadi mitra usaha atau membatalkan pendaftaran dengan mengembalikan alat usaha (starter kit) yang telah diperoleh dalam keadaan seperti semula.
12. SATISFACTIONGUARANTEEBab II; Pasal 2.m:
Memberikan tenggang waktu selama 7 hari kerja kepada mitra mitra usaha dan konsumen untuk mengembalikan barang, apabila barang tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
13. BUY BACK GUARANTEE Bab II; Pasal 2.n:
Membeli kembali barang, bahan promosi (brosur, katalog atau leaflet), dan alat bantu penjualan yang dalam kondisi layak jual dari harga pembelian awal mitra usaha ke perusahaan dengan dikurangi biaya administrasi paling banyak 10% dan nilai setiap manfaat yang telah diterima oleh mitra usaha berkaitan dengan pembelian barang tersebut, apabila mitra usaha mengundurkan diri atau diberhentikan oleh perusahaan.
14. Perjuangan UU Anti Skema Piramida APLI mengusulkan pada Penambahan poin ayat pada “Rancangan Undang-Undang RI tentang Perdagangan”, pada pasal 6 ayat (4) huruf “h. Melindungi masyarakat dari praktek skema piramida.” Pasal 6 ayat (5) Setiap Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang ditetapkan sebagai barang dan/atau jasa yang dilarang untuk diperdagangkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) Pasal 65: Setiap pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang dilarang diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
15. Perjuangan UU Anti Skema Piramida • Kemudian diikuti penambahan pada “Penjelasan atas Rancangan Undang-Undang RI tentang Perdagangan” • Pasal 6 • Ayat (4) • Yang dimaksud dengan “Skema Piramida” adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah apapun dimana keikutsertaan mitra usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang untuk memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha tersebut, dan bukan dari hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa. • Definisi skema piramida ini telah digunakan dengan efektif, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No.32/M- DAG/PER/8/2008 pada pasal 1 ayat (12).

Sumber:
http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/etika-produksi-dan-pemasaran.html
http://vanezintania.wordpress.com/2013/01/09/tugas-4-etika-profesi-akuntasi/